Kamis, 02 Mei 2013

DALAM HENING MALAM


Pukul tujuh tepat.
Bersembunyi pada kelam malam.
Yang mewarnai langit timur dengan rona merah.
Pujian terucap. Terpukau. Yang ku nanti tiba jua.
Dan pemuisian tentang malam mulai lagi.

Tiga puluh menit dari pukul tujuh.
Bulan beranjak. Kuning dan terang.
Bagai lelampu yang menyorot dunia kita.
Di sisi bulan bekas laju perahu yang terbang malam.
Tak jauh dari situ kerlipan bintang merah kecil mengerdip nakal.

Aku duduk di teras rumah, memisah diri
di antara kegelapan gang kecil.
Seraya lagu-lagu tentang malam ku mengalun,
aku menulis rapsodi tentang bulan.
Sekali-kali lelampu kendaraan memecah kegelapan.
dan dari aroma malam-malam terang, kenangan cinta kita tiba-tiba datang.
Menebari ku lagi dengan kerinduan.

Anganku terbang.
Membawa dirimu merauni langit malam, menuju bulan
Seperti gadis forsaken.

Pukul delapan, tiga puluh menit.
Bulan memisah diri dengan seluruh kenangan malam.
Awan-awan gelap tidak lagi kini.
Dan lampu-lampu jalan menyala.
Aku kembali ke dalam dan menutup pintu depan.

Waktu berjalan, malam membuta.
Jam dinding di kamar bicara padaku.
“Pukul dua belas tengah malam.
Cukuplah mengenang. Cukuplah merindu.
Letakkan pena dan simpan buku pada almari.
Waktunya lepaskan lelah, dan lampu-lampu, padamkanlah.
Berbaring pada ranjang terbuka dan lelaplah.
Lenyapkan rindu hari ini, dan temui kasihmu esok hari.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar