Jumat, 03 Mei 2013

ORGANISASI DAN METODE PADA POLITIK




Perubahan Struktural. Perubahan struktural, misalnya reorganisasi jabatan, langsung menohok ke dalam “jantung” hubungan otoritas dan kekuasaan. Reorganisasi seperti perubahan tugas dan wewenang, juga berdampak atas dasar kekuasaan akibat ketidakmenentuan strategis. Untuk alasan ini, reorganisasi membawa ke arah maraknya kegiatan politik dalam organisasi. Para manajer secara aktif menawar dan menegosiasi guna memelihara wewenang dan kekuasaan yang mereka miliki. Merger dan akuisisi juga kerap membawa kegiatan politik yang eksplosif.

Suksesi Manajemen. Perubahan keorganisasian seperti rekrutmen eksekutif baru, promosi, dan transfer pegawai punya signifikansi politik yang besar, khususnya pada level organisasi puncak dimana ketidakmenentuan demikian tinggi dan jaringan kepercayaan, kerjasama, dan komunikasi di antara eksekutif adalah penting. Keputusan rekrutmen dapat melahirkan ketidakmenentuan, pertentangan wacana, dan ketidaksetujuan. Manajer dapat menggunakan perekrutan dan promosi guna memperkuat jaringan aliansi dan koalisi dengan menempatkan orang-orangnya sendiri dalam posisi kunci.

Alokasi Sumberdaya. Alokasi sumber daya adalah arena politik ketiga. Alokasi sumberdaya memotong seluruh sumberdaya yang dibutuhkan bagi kinerja organisasi, termasuk gaji, anggaran, pekerja, fasilitas kantor, perlengkapan, penggunaan transportasi kantor, dan sebagainya. Sumber daya adalah vital sehingga bahwa ketidaksetujuan untuk memprioritaskan salah satu sumber daya mungkin mengemuka. Dalam konteks ini, proses-proses politik membantu menyelesaikan dilema ini.

Penulis lain seperti Wagner II and Hollenbeck mengidentifikasi sejumlah faktor yang mendorong kegiatan politik di dalam organisasi. Faktor-faktor tersebut adalah : (1) Personalitas Individu; (2) Ketidakmenentuan; (3) Ukuran Organisasi; (4) Level Hirarki; (5) Heterogenitas Anggota; dan (6) Pentingnya Keputusan.

Personalitas Pribadi. Karakteristik kepribadian tertentu memungkinkan orang menunjukkan perilaku politik. Contohnya, orang yang punya kebutuhan kekuasaan (nPow) tinggi dalam istilah Charles McClelland. Orang ini terdorong hasrat politik dari dalam dirinya sendiri guna mencari pengaruh atas orang lain, yang juga memotivasinya untuk menggunakan kekuasaan demi hasil-hasil politik.

Riset lain juga menunjukkan orang yang menunjukkan karakteristik Machiavellianisme cenderung mengendalikan orang lain lewat tindak oportunistik dan perilaku yang manipulatif. Mereka cenderung terbuka untuk terlibat dalam politik. Sebagai tambahan, riset mengindikasikan bahwa kesadaran-diri orang tidak sama dengan lainnya untuk terlibat dalam politik kantor karena mereka takut menjadi perhatian publik dan dinilai negatif karena terlibat dalam politik.

Ukuran Organisasi. Politicking lebih sering muncul pada organisasi skala besar ketimbang skala kecil. Adanya orang dalam jumlah besar cenderung menyembunyikan perilaku seseorang, memungkinkan mereka terlibat dalam politik tanpa takut diketahui (konspirasi).

Level Hirarki. Politik juga kerap ditemukan dalam manajer tingkat atas, karena kekuasaan yang dibutuhkan untuk terlibat dalam politik biasanya terkonsentrasi diantara para manajer tingkat atas tersebut.

Heterogenitas Anggota. Anggota dalam organisasi yang heterogen biasanya saling berbagi kepentingan dan nilai yang sedikit dan lebih lanjut mencari sesuatu yang berbeda. Dalam kondisi ini, proses-proses politik cenderung muncul dimana setiap anggota bersaing untuk memutuskan kepentingan siapa yang terpuaskan dan siapa yang tidak.

Pentingnya Keputusan. Keputusan yang sifatnya penting lebih memancing aktivitas politik organisasi ketimbang keputusan yang biasa-biasa saja. Ini diakibatkan sebuah keputusan penting punya dampak besar dalam menarik perhatian para anggota organisasi.

Kemunculan politik dalam organisasi juga dikaitkan dengan adanya perilaku politik di kalangan anggota organisasi. Perilaku tersebut membuka ruang yang besar bagi individu dalam organisasi untuk melibatkan diri dalam politik. Eran Vigoda-Gadot merinci 6 dimensi perilaku politik di diri individu yang mendorong munculnya kegiatan politik, yaitu:
  1. Otonomi Pekerjaan. Semakin independen karyawan dalam melakukan tugas, semakin mahir kemampuannya dalam menerapkan pengaruh untuk tujuan mempromosikan keinginannya;
  2. Masukan Keputusan. Keterlibatan dan kerjasama dalam proses pembuatan keputusan membuat karyawan merasa terhubung dengan organisasi, suatu perasaan tanggung jawab agar ia berfungsi lebih jauh, dan keinginan menanam andil (jasa) guna mempertahankan daya saing organisasi. Lebih jauh lagi, terbuka kesempatan yang mencukupi untuk memunculkan perilaku politik yang berupaya memaksimalkan tujuan personal dan organisasi dan meraih prestasi lewat pemberian pengaruh atas orang lain sehingga mereka akan membantunya dalam merealisasikan tujuan individualnya maupun organisasi.
  3. Kepuasan Kerja. Semakin puas seorang karyawan, semakin ia percaya pada organisasi berikut seluruh proses di dalamnya sehingga keterasingannya dari pekerjaan jauh berkurang. Kepuasan yang ia rasakan di pekerjaan membentuk kepentingannya sendiri yaitu memelihara status quo. Jika kepuasan kurang akan membawa individu bertindak dalam rangka mempengaruhi pihak lain untuk mengubah keputusan-keputusan di dalam organisasi.
  4. Status dan Prestise Pekerjaan. Status dan prestise pekerjaan berhubungan dengan opini politik. Semakin besar keinginan mengekspresikan opini, protes, dan secara aktif mengutarakan ide-ide yang ia sukai. Tatkala pekerja punya status dan prestise profesional yang tinggi ia juga akan menuntut aset-aset yang butuh dukungan dan perlindungan. Ia tidak mengupayakan perubahan besar atas lingkungannya dan menggunakan keahlian politiknya yang tinggi guna memelihara aset-aset pribadinya.
  5. Hubungan Kerja. Hubungan yang dekat antara satu individu dengan individu lainnya di lokasi kerja membawa pada merembeskan pandangan satu sama lain di dalam organisasi, di mana terjadi adaptasi persepsi, sikap dan perilaku politik mereka.
  6. Unionisasi. Serikat pekerja akan memutar gagasan, perilaku dan kebiasaan politik dari tingkat lingkungan kerja hingga sistem politik nasional dan vice versa (demikian sebaliknya). Orang yang cenderung terlibat dan aktif dalam komite pekerja umumnya mahir pula dalam berpolitik.  
METODE ORGANISASI DALAM POLITIK
1. Reward Power
Reward Power adalah kekuasaan yang didasarkan kemampuan seseorang menyediakan keuntungan bagi sesuatu atau orang lain. Kekuasaan mengalir dari individu yang mampu menyediakan reward yang dibutuhkan orang lain. Kemampuan ini memungkinkan pemilik kekuasaan mengendalikan perilaku orang lain dan mencapai hasil yang diharapkan sejauh adanya kebutuhan orang lain tersebut akan reward yang disediakan olehnya.

2. Coercive Power
Coercive Power adalah kekuasaan yang didasarkan atas kemampuan seseorang menyediakan dampak hukuman pada target akibat ketidakpatuhannya. Kekuasaan ini terletak pada kemampuan seseroang untuk memerintahkan kepatuhan lewat cara fisik. Seperti reward, kekuasaan jenis ini memungkinkan pemimpin mempengaruhi perilaku orang lain akibat kemampuannya menerapkan hasil yang tidak diinginkan. Ketidakpatuhan atas orang yang punya jenis kekuasaan koersif menghasilkan penerapan hukuman dalam bentuk menahan reward yang diinginkan. Ini merupakan situasi kekuasaan koersif, kekuasaan yang mengikuti model militer.

3. Expert Power
Expert Power adalah kekuasaan yang didasarkan kemampuan dan pengetahuan khusus yang dimiliki seseorang di mana target atau orang lain kerap menggunakan atau bergantung kepadanya. Orang selalu menghargai kompetensi, dan sebab itu Expert Power merupakan sumber kekuasaan yang penting untuk diterapkan. Kekuasaan mengalir dari orang yang punya skill, pengetahuan, dan kemampuan yang dibutuhkan dan dihargai oleh orang lain. Jika orang merengek agar seorang pekerja mau menggunakan skill yang ia miliki untuk membantu mereka, maka pekerja tersebut punya kekuasaan.

4. Legitimate Power
Legitimate Power adalah kekuasaan yang didasarkan atas perasaan orang lain bahwa pelaku kekuasaan punya otoritas dan hak untuk mempengaruhi tindakan mereka. Perasaan ini merupakan hasil yang diterima dari organisasi formal atau warisan historis. Kekuasaan hadir pada mereka yang ditunjuk oleh organisasi untuk memberi perintah. Delegasi otoritas melegitimasikan hak seseorang memaksakan kepatuhan pada mereka yang menyatakan wajib untuk mentaati sumber kekuasaan (organisasi). Persepsi legitimasi di benak target kekuasaan bersifat kritis. Baru setelah target ini yakin bahwa pemberi perintah punya hak yang legitimate untuk memerintah sajalah mereka akan patuh.

5. Identification Power with Other
Hubungan seseorang dengan orang lain yang punya kekuasaan menular pada orang yang berhubungan tersebut. Sebab itu, kekuasaan yang ada merujuk pada penguasa lain. Jenis kekuasaan ini bisa datang lewat hubungan personal seperti sekretaris atau asisten administrasi yang kerap kerja bareng boss eksekutif. Jika orang yang mendekatkan diri dengan kekuasaan tersebut juga meniru gagasan, norma, metode, dan tujuan dari orang berkuasa, kekuasaan orang tersebut akan bertambah.

6. Critical Power
Pada tingkat lain, seseorang berkuasa hingga derajat mana kontribusi orang tersebut bersifat kritis bagi individu lain atau bagi organisasi. Bilamana orang lain berhasrat pada energi, sumberdaya, dan keahlian seseorang, hingga derajat tersebut pula ia punya kekuasaan atas mereka. Seseorang juga menerapkan kekuasaan sejauh orang tersebut terhubung dengan sumber daya yang mereka kuasai.

7. Social Organization Power
Sumber kekuasaan lainnya adalah organisasi sosial. Kekuasaan juga diturunkan lewat hubungan terstruktur di mana seseorang mengkombinasikan kekuatan individual mereka guna memenuhi tujuan kelompok. James MacGregor Burns menyatakannya dalam kata-kata “kekuasaan seorang pemimpin mengalir dari kekuasaan pengikut.” Pencapaian tujuan hanya dapat terselenggara ketika satu individu berhasil memobilisasi dan mentransformasi pengikut, yang pada gilirannya mentransformasikan kekuasaan tersebut kepada pemimpin.

8. Power Using Power
Kekuasaan juga bisa bersumber tatkala seseorang menggunakan kekuasaan-nya. Kekeliruan menerapkan kekuasaan dapat berakibat hilangnya kekuasaan. Sebaliknya, penggunaan kekuasaan cenderung meningkatkan kekuasaan itu sendiri. Persepsi dari orang lain seputar kekeliruan seorang pengguna kekuasaan bisa menghasilkan berkurangnya dukungan. Kekeliruan bertindak atau sering melakukan kekuasaan secara sembrono bisa mengikis kekuasaan dan dukungan dari orang lain yang kita butuhkan agar kekuasaan kita langgeng. Kekuasaan, pada dirinya sendiri, adalah sumber bagi kekuasaan lainnya.

9. Charismatic Power
Karisma yang digambarkan Max Weber dan Referent Power diidentifikasi menyediakan dasar teoretis bagi dasar kekuasaan. Orang yang punya karisma biasanya punya personalitas menyenangkan, menarik, dan mendorong orang mau mematuhi si pemilik karisma. Orang yang punya kharisma biasanya ada di lingkar tengah klik-klik berpengaruh dan punya akses pada orang-orang berpengaruh di dalam komunitas.

10. Centrality Power
Penempatan strategis individu ke dalam organisasi juga merupakan sumber kekuasaan. Lokasi fisik di jantung kegiatan atau interaksi dengan orang-orang berkuasa menambah perkembangan dan penggunaan efektif dari kekuasaan. Sentralitas kekuasaan ini penting dalam konteks kekuasaan, baik secara fisik ataupun sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar